Setiap perkembangan bayi yang baru lahir ke dunia tentu menjadi kebahagiaan setiap orang tua. Tak terkecuali saat bayi sudah bisa turun ke lantai atau tanah untuk belajar berjalan.
Berbagai tradisi dilakukan untuk mensyukuri nikmat Tuhan. Bentuk syukur ini berupa tradisi ritual yang disebut tedak siten. Tidak hanya sebagai tradisi, budaya ini juga menjadi salah satu upaya orang tua untuk mengenalkan anaknya pada alam sekitar.
Dikutip dari petakultur.belajar.kemdikbud.go.id, tedhak siten atau tedak siten adalah upacara daur hidup yang dilakukan oleh orang Jawa untuk memperingati seorang anak (bayi) yang berusia sekitar tujuh delapan atau delapan bulan.
Asal usul tradisi ini berasal dari kata tedhak yang berarti turun dan siti (siten) yang berarti tanah. Jadi, upacara ini disebut juga dengan upacara turun temurun.
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, upacara ini dimaksudkan sebagai simbol agar anak-anak siap menjalani kehidupan melalui bimbingan orang tua agar kelak tumbuh menjadi anak yang mandiri.
Sebagai tradisi, tedak siten bersifat anonim, artinya tidak dapat diketahui secara pasti siapa yang pertama kali melaksanakannya atau penciptanya. Namun yang jelas, tradisi ini telah berlangsung secara turun temurun dalam kehidupan masyarakat yang mendukungnya.
Para Leluhur melaksanakan upacara ini sebagai bentuk penghormatan terhadap bumi dimana anak mulai belajar menginjakkan kakinya di tanah disertai doa dari orang tua dan sesepuh.
Tedak siten juga dapat dilihat sebagai bentuk harapan orang tua terhadap buah hatinya agar anak siap dan berhasil dalam menapaki kehidupan yang penuh rintangan dan rintangan dengan bimbingan orang tuanya.
Selain itu juga sebagai bentuk penghormatan terhadap siti atau bumi yang merupakan sumber kesucian sekaligus sumber kehidupan yang memberikan banyak hal dalam kehidupan manusia.
Upacara tedak siten biasanya dipandang sebagai sesuatu yang sakral sehingga tempat pelaksanaannya tidak bisa dilakukan di sembarang tempat. Pada umumnya tempat pelaksanaannya berada di halaman, sedangkan waktunya biasanya disesuaikan dengan weton atau ulang tahun anak.
Misalnya, jika anak itu weton pada hari Sabtu Legi, biasanya upacara akan diadakan pada hari Sabtu Legi. Jika menurut perhitungan hari kurang baik, maka pelaksanaannya bisa ditunda atau diajukan. Selain orang tua bayi, upacara ini juga dihadiri oleh kakek dan nenek sebagai tamu terhormat. Selain itu, juga mengundang kerabat dekat.
Pelaksanaan upacara Tedhak Siten dapat dibagi menjadi 7 (tujuh) tahapan, yaitu:
1. Tetahan dan Menginjak Jadah tujuh warna;
2. Naik dan turun tangga dari tebu Wulung;
3. Ceker-ceker untuk berjalan di atas onggokan pasir;
4. Masuk ke dalam kurungan;
5. Menyebar Undhik-undhik (uang);
6. Dibersihkan dengan air siraman; dan
7. Didandani dengan pakaian yang bersih.