Rombongan pengungsi Rohingya yang berjumlah 185 orang dilaporkan terdampar di pesisir pantai Desa Ujung Pie, Kecamatan Muara Tiga, Kabupaten Pidie, Provinsi Aceh, pada Senin (26/12).
Pengungsi yang terdiri dari 83 laki-laki, 70 perempuan dewasa, dan 32 anak-anak itu tiba sekitar pukul 17.30 WIB. Mereka tiba di pantai dalam kondisi memprihatinkan dimana beberapa dari mereka tersungkur saat mendarat di pantai. Anak-anak pengungsi tampak tak berdaya saling berpelukan dengan mata kosong.
“Ada 185 imigran Rohingya yang mendarat di Pidie,” ujar Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol Winardy, melalui keterangan tertulisnya, pada Senin (26/12) malam.
Menurut Winardy, seluruh pengungsi Rohingya yang baru tiba di Pidie telah ditempatkan sementara di aula Gampong Ujong Pie, Kabupaten Muara Tiga.
“Untuk pengobatan bagi yang sakit difasilitasi oleh musyawarah pimpinan kecamatan dan pihak puskesmas setempat,” ungkapnya.
Saat ini pihak kepolisian telah berkoordinasi dengan sejumlah pihak terkait kedatangan ratusan pengungsi Rohingya tersebut. Pasalnya, kedatangan pengungsi Rohingya terus terjadi di Aceh. Sebelumnya, pada Minggu (25/12), sebanyak 57 pengungsi Rohingya juga terdampar di salah satu pantai di Kabupaten Aceh Besar.
“Perlu segera adanya koordinasi lintas sektoral untuk menyelesaikan masalah Rohingya ini, mengingat pendaratan mereka di Aceh makin sering,” tandas Winardy.
Organisasi Internasional untuk Pengungsi (IOM) telah berkoordinasi dengan Satgas Penanganan Pengungsi Luar Negeri (PPLN) dan pemerintah daerah untuk memberikan bantuan dalam hal pendaratan yang aman bagi pengungsi Rohingya.
IOM juga akan terus bekerja sama dengan mitra terkait untuk memastikan ketersediaan layanan kesehatan, termasuk penyediaan tes COVID-19, tempat tinggal sementara yang memadai, air bersih, sanitasi, perlindungan, serta kesehatan mental dan dukungan psikososial dalam beberapa hari mendatang.
“IOM Indonesia saat ini membantu lebih dari 7.000 pengungsi di Indonesia dengan perawatan dan bantuan yang komprehensif termasuk akomodasi, perawatan kesehatan, dukungan kesehatan mental, psikososial, pendidikan, dan kebutuhan dasar,” ungkap Kepala Misi IOM di Indonesia, Louis Hoffmann, melalui siaran persnya pada Senin (26/12).
Tak hanya itu, IOM juga mendesak negara-negara di kawasan untuk menjunjung tinggi komitmen Deklarasi Bali 2016, termasuk janji Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) untuk melindungi pengungsi yang dianggap sebagai kelompok paling rentan. Pasalnya, beberapa pemberitaan media menyebutkan masih ada beberapa kapal pengangkut pengungsi yang terdampar di laut dan dikhawatirkan berpotensi merenggut banyak nyawa.
“Pemerintah dan mitra kemanusiaan telah berkumpul serta bekerja bersama sebelumnya untuk mengatasi hal serupa di kawasan regional ini. Kami mengingat kembali komitmen untuk mengatasi migrasi ireguler melalui jalur laut dan pelestarian kehidupan di laut yang dilakukan melalui Bali Process dan mekanisme Konsultatif Regional.”
“Dengan nyawa dan keselamatan para pengungsi tergantung pada keseimbangan, di tangan para penyelundup, kami sekali lagi menyerukan mendesaknya aksi regional,” tutup Hoffmann.